Artefak Waktu

PADA suatu hari Alex dan Axel sedang berkemah di hutan. Saat mereka berdua mengelilingi hutan, Axel terperosok ke tumpukan daun kering. Saat Alex membantu Axel berdiri ia melihat sesuatu mengkilat dari tanah. Bentuknya seperti benda kuno. Sebagian permukaannya tertutup tanah.

“Benda apa ini? Bentuknya seperti arloji. Ada aksara Jawanya juga. Axel, lihat ini,” Alex menunjukan benda itu pada Axel.

“Coba nanti kita cari tahu di rumah.” Axel lalu memasukan benda itu ke saku.

Setibanya di rumah, mereka mengamati benda itu dengan kaca pembesar. Mereka melihat ada aksara Jawa bertuliskan Yantra Dakara. Di tengahnya ada tiga bulatan yang bisa diputar bersamaan dengan angka-angka di sekelilingnya. Di pinggirnya ada semacam cincin-cincin kecil bergerigi yang juga dapat diputar.

“Yantra Dakara?” Alex penasaran. Ia langsung menghidupkan komputer di meja belajarnya. “Sepertinya bahasa Sansekerta. Coba cari terjemahannya.”

“Artinya Alat Sepanjang Waktu” Axel membaca terjemahan di internet.

Saat mengamati permukaan belakang arloji itu Alex tidak sengaja memencet salah satu tombol. Tiba-tiba ia menghilang. Karena terkejut ia langsung cepat-cepat memencet sembarang tombolnya lagi dan kembali ke kamar.

Mereka saling berpandangan.

“Aku tadi melihat dinosaurus!” Alex terbata-bata dan bergetar.

Axel sebenarnya takut tapi juga penasaran. Ia langsung meraih arloji itu. “Sepertinya ini mesin waktu.”

Alex menunjukan tombol mana yang ia pencet tadi. Saat Axel mencobanya, ”Zap!” Ia menghilang seketika.

Setelah setengah jam menunggu, Axel muncul kembali. Ia cerita kalau baru saja masuk ke zaman Mesir kuno.

Mereka berdua kemudian berjanji untuk merahasiakan keberadaan arloji itu. Sepertinya arloji itu adalah artefak kuno dari teknologi manusia jaman dahulu.

“Bagaimana kalau kita berpetualang ke masa lalu?” bujuk Alex. “Ayolah. Pasti seru. Kita bisa bertemu dengan tokoh-tokoh penemu berpengaruh di dunia.”

Setelah berpikir sejenak, Axel setuju. Dia sangat mengidolakan Tesla. Ia tidak mau melewatkan kesempatan bertemu dengan idolanya.

Mereka memiliki ide untuk menemui penemu yang berpengaruh di dunia. Setelah berdiskusi lumayan panjang, akhirnya mereka memilih 3 penemu, yaitu Thomas Alva Edison penemu lampu tahun 1879, Nikola Tesla penemu pengendali jarak jauh tahun 1898, dan Alexander Graham Bell penemu telepon tahun 1876.

Di tempat lain dua pemburu artefak bernama Joni dan rekannya Jono menerima sinyal besar dari pancaran artefak waktu yang sedang Alex dan Axel pegang. Sinyal itu terdeteksi pada alat yang ditempelkan pada artefak waktu saat mereka menyembunyikannya dari kejaran polisi. Sebelum mereka sempat mengambil artefak waktu itu, Alex dan Axel menemukannya terlebih dahulu.

“Joni, sinyal artefak waktu semakin kuat,” kata Jono. “Lokasinya tidak jauh dari tempat kita sekarang.”

Jono dan Joni langsung menuju ke lokasi yang ditunjukkan oleh pemancar mereka.

Sesampainya di sana mereka melihat Alex dan Axel bersiap melakukan perjalanan waktu. Ketika mendekat, mereka terkena pancaran artefak waktu itu dan ikut terseret ke era Thomas Alva Edison.

Sesampainya di era Thomas Alva Edison tahun 1879, Axel menyadari ada yang aneh dengan artefak waktu yang dipegang oleh Alex. Pada artefak tersebut tertulis angka 4.

“Mungkin salah akurasi karena artefaknya sudah tua,” Alex menenangkan Axel.

Mereka belum sadar ada yang mengikuti. Angka 4 itu menunjukan bahwa ada 4 orang yang baru saja melakukan perjalanan waktu.

Mereka berdua kemudian mencari Thomas Alva Edison untuk melihat pembuatan lampu oleh penciptanya langsung.

“Akhirnya impian kita terwujud! Penemuan lampu oleh Thomas Alva Edison sangat berarti bagi kita di masa mendatang, karena tanpa ditemukannya bola lampu mungkin kita masih mengandalkan api untuk penerangan.” Alex semangatnya berkobar-kobar.

Kesokan harinya, Alex dan Axel datang ke lokakarya untuk melihat ketahanan lampu sang penemu. Mereka menaruh artefak waktu di dalam tas. Saat mereka sedang asik melihat lokakarya, Joni diam-diam mengambil tas itu. Namun aksi itu ketahuan oleh Alex. Sontak ia lari ke kerumunan sambil menarik tangan Axel. Kemudian Axel buru-buru memencet tombol kembali ke masa depan. Jono dan Joni  tidak sengaja ikut kembali ke masa depan karena saat tombolnya ditekan, angka 4 di artefak itu belum diubah sehingga mereka berempat tertarik kembali.

Karena artefaknya sudah sangat tua, mereka terlempar ke tempat yang berjauhan. Alex di luar rumah. Axel di dalam gudang. Jono di seberang jalan. Joni di alun-alun kota.

Untuk menghindari pencuri itu, Alex dan Axel memajukan jadwal mereka ke era Nikola Tesla tahun 1898 di Kroasia. Harusnya mereka pergi dua hari lagi, tapi karena takut dua pencuri itu datang lagi, mereka harus pergi besok pagi. Setelah menyusun rencana, mereka berdua pergi untuk membeli brankas. Malam hari, saat mereka tidur, artefak itu harus aman di dalam brankas.

Ketika mereka berdua pergi, Jono dan Joni menyelinap masuk ke kamar Axel untuk mencari tahu tujuan Axel dan Alex selanjutnya. Mereka menemukan kalender kecil bertuliskan tempat-tempat tujuan Axel dan Alex.

Keesokan harinya pemburu artefak waktu itu menyelinap ke jendela kamar Axel. Mereka tahu jika jarak mereka cukup dekat, mereka bisa terkena pancaran dari artefak waktu dan ikut masuk terseret.

Di era Nikola Tesla, Alex dan Axel melihat Nikola Tesla untuk pertama kalinya memperagakan remote control itu di muka umum sehingga orang-orang pada masa itu mengira itu sihir. Remote control yang diciptakan oleh Tesla itu sebenarnya menggunakan sinyal radio. Penemuan itu adalah dasar dari alat-alat robotik di masa depan seperti drone dan alat-alat berpengendali jarak jauh lainnya.

Keesokan harinya Alex dan Axel pergi ke era Alexander Graham Bell tahun 1876.

Ketika mereka tidur, dua pencuri itu membobol brankas mereka. Saat bangun dan menyadari bahwa artefak waktunya hilang, Alex dan Axel melacak sinyal GPS yang mereka pasang di artefak waktu itu. Mereka sudah merencanakannya jauh-jauh hari.

Mereka melacak sinyal itu hingga mereka sampai di sebuah gedung. Saat Alex dan Axel masuk ke gedung itu di dalamnya ada berbagai benda bersejarah termasuk koin-koin emas kuno mirip koin dalam spanduk di Museum Nasional yang kabarnya telah dicuri dan belum ditemukan.

Saat Alex dan Axel mengendap-endap mengambil artefak waktu yang ditaruh di lantai dua, dua pencuri itu menangkap basah mereka. Saat tertangkap basah, mereka langsung memperebutkan artefak itu hingga banyak tombol yang terpencet. Tiba-tiba lantai bergemuruh dan dimensi saling bertabrakan. Suasana menjadi kacau. Gedung mau runtuh. Mereka berempat terlempar ke masa lalu dan masa depan secara berturut-turut dengan sangat cepat.

Dalam situasi genting itu Jono berteriak, “Tekan tombol di bawah yang menonjol kecil. Cepat! Tombol itu bisa membuat semua kembali seperti sedia kala!”

Sepertinya dua pencuri itu sudah mempelajari artefak itu cukup lama. Karena tak ada jalan lain, Alex menggikuti saran pencuri itu dan … “BOOOMMMM!”

Semuanya kembali normal.

Mereka kembali ke rumah mereka masing-masing. Mereka juga lupa dengan apa yang mereka alami selama menggunakan artefak waktu. Maka tidak ada lagi yang tahu sama sekali mengenai artefak waktu itu lagi.

*Cerita ini merupakan tulisan siswa Cirro Cumulus School of Life Lebah Putih Salatiga dalam proyek menulis buku bertema petualangan pada tahun ajaran 2021-2022. Seluruh ide cerita dan gambar merupakan karya orisinil penulis. Pendampingan penulisan dan editing berkerjasama dengan komunitas lintasastra.

Saif Bassam Kara

Saif Bassam Kara

Hai namaku Saif Bassam Kara. Aku lahir di Denpasar Bali, 15 November 2009. Hobiku membaca buku. Aku kelas 6 SD, Cirro Cummulus School of Life Lebah Putih.

Bagikan tulisan ini:

Kirim Naskahmu

Kami menerima naskah cerpen, puisi, cerita anak, opini, artikel, resensi buku, dan esai

TERPOPULER

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Contact Info

Copyright © 2022. All rights reserved.

error: Content is protected !!