Puisi-Puisi Pablo Neruda: Lagu Cinta dan Patung dalam Kesunyian

Art: Owen Gent

FILOSOFI

Kebenaran tentang pohon hijau

di musim semi dan kerak bumi

terbukti:

planet-planet memelihara kita

meski banyak erupsi

dan laut memberi kita ikan

meski gelombang pasang:

kita adalah budak bumi

sekaligus pengasuh udara.

 

Berjalan di sekitar pohon jeruk

aku menghabiskan lebih dari satu kehidupan

menggemakan bola bumi:

geografi dan ambrosia:

memperindah warna eceng gondok

dan aroma putih wanita

seperti bunga-bunga tepung.

 

Tak ada yang bisa diperoleh dengan terbang

melarikan diri dari dunia ini

yang menjebakmu saat lahir.

Dan kita perlu mengakui harapan kita

bahwa pengertian dan cinta itu

datang dari bawah, memanjat

dan tumbuh di dalam diri kita

seperti bawang, seperti pohon ek,

seperti kura-kura atau bunga,

seperti negara, seperti ras,

seperti jalan dan tujuan.

AKU MASIH MENGEMBARA

Sesekali, aku senang!,

kukatakan di depan orang bijak

yang tak bersemangat memeriksaku

dan menunjukkan kekurangan-kekuranganku.

 

Mungkin aku tidak akan pernah menemukan keselamatan

untuk gigiku yang berantakan,

tiap helai rambut di kepalaku

rontok dan jatuh:

lebih baik tidak membuat

masalah dengan lubang trakeaku:

sungai-sungai di hatiku,

penuh dengan peringatan

seperti liverku yang suram

yang tidak berfungsi sebagai pelindungku

atau konspirasi ginjal ini.

Dengan prostatku yang sedih

dan desakan tiba-tiba dari uretraku,

semuanya perlahan menuntunku

pada diagnosis akhir.

 

Menatap mata bijak itu

aku memutuskan untuk tidak menyerah

dan menunjukkan kepadanya bahwa aku bisa melihat,

menyentuh, mendengar dan bertahan

pada kesempatan berikutnya.

 

Ia meninggalkan sebuah kesenangan padaku

tentang dicintai dan mencintai:

aku akan mencari satu cinta atau yang lainnya

selama sebulan atau seminggu

atau sampai hari-hari berikutnya hingga hari terakhir.

 

Orang yang bijaksana dan menghina itu

melihatku dengan ketidakpedulian

unta pada bulan

dan memutuskan dengan harga dirinya

untuk melupakan seluruh tubuhku.

 

Sejak itu aku tidak pernah yakin

apakah aku harus menuruti

diagnosa kematiannya

atau haruskah aku merasa baik-baik saja

sebagimana tubuhku memberitahuku.

 

Dan dalam keraguan ini, aku tidak tahu

apakah harus serius bermeditasi

atau memberi makan diriku bunga anyelir.

BATU MULIA

Anda harus mengendalikan diri, tuan,

teman, Anda harus mengendalikan diri,

mereka menasihatiku satu per satu,

mereka menasihatiku sedikit demi sedikit,

mereka menasihatiku berulang kali,

hingga aku lupa diri

dan aku selalu lupa diri sepanjang waktu,

aku lupa diriku setiap hari

hingga aku tidak ragu menjadi

mengerikan dan melampaui batas,

melampaui batas dari segalanya,

tidak dapat diterima dan melampaui batas,

kebahagiaan yang tak terkendali

dalam pemberontakan berlebihanku.

 

Saat berada di sungai yang dapat dilayari

aku berlayar seperti angsa,

menempatkan tongkangku dalam bahaya,

dan membikin ombak yang sangat besar

dengan sajak badaiku,

kita semua jatuh ke dalam air.

Di sana ikan mengamatiku

dengan dingin, mata mencela,

sementara udang karang tajam

mengancam pantat kita.

 

Sekali lagi, menghadiri pemakaman yang panjang

dan tak berujung,

di antara pidato mematikan

aku tetap tidur di makam

dan di sana dengan kelalaian yang besar

mereka menutupiku dengan tanah, mereka menguburku:

selama hari-hari yang gelap itu

Aku memberi makan diriku dengan karangan bunga

dari krisan busuk.

Dan ketika aku dihidupkan kembali,

tak ada yang memperhatikan.

 

Aku memiliki petualangan yang luar biasa

bersama seorang wanita cantik.

Batu Mulia, begitu kami memanggilnya

ia tampak seperti buah ceri,

sketsa hati,

kotak kristal kecil.

Ketika ia melihatku, tentu saja

ia terpikat pada hidungku,

ia mencurahkan belaian lembutnya

dan ciuman-ciuman surgawi kecilnya.

 

Lalu aku melepas

dorongan naluriku yang tak tertahankan

dan kesombongan yang tak pernah terpuaskan

yang membawaku pada begitu banyak kesalahan:

aku berjuang membuka gulungan

hidungku sampai berubah

menjadi belalai gajah.

Dengan sulap fana

aku menggunakan kepiawaianku pada tingkat tertentu

hingga aku mampu mengangkat Batu Mulia

ke atas cabang-cabang pohon ceri.

 

Wanita itu menolak

penghargaan kolosalku

dan tidak pernah turun dari cabang:

ia meninggalkanku. Setelah itu aku tahu

bahwa sedikit demi sedikit, pada waktunya,

ia berubah menjadi ceri.

 

Tak ada obat untuk penyakit ini

yang membuatku begitu bahagia

dan sangat puas:

harga diri tak pernah membawa kita ke mana-mana,

tetapi biarkan kebenaran diucapkan:

kita tidak bisa hidup tanpanya.

LAGU CINTA

Aku mencintaimu, aku mencintaimu, adalah laguku

dan di sinilah kekonyolanku dimulai.

 

Aku mencintaimu, aku mencintaimu paru-paruku,

Aku mencintaimu, aku mencintaimu buah anggur liarku,

dan jika cinta itu seperti anggur:

kau adalah kesukaanku

dari tanganmu sampai kakimu:

kau adalah gelas anggur baka

dan botol takdirku.

 

Aku mencintaimu depan dan belakang,

dan aku tidak memiliki nada atau timbre

untuk menyanyikan laguku untukmu,

laguku yang abadi.

 

Dengan biolaku yang berbunyi sumbang

biolaku menyatakan,

aku mencintaimu, aku mencintaimu bass gandaku,

wanita manisku, gelap dan terang,

hatiku, gigiku,

cahayaku dan sendokku,

garamku dari minggu yang redup,

bulan jendelaku yang jernih.

PATUNG DALAM KESUNYIAN

Begitu banyak yang terjadi dalam keriuhan,

begitu banyak lonceng terdengar berdenting

kapan pun mereka mencintai atau menemukan

atau ketika mereka saling menghias

yang tak kupercayai hiruk-pikuknya

dan kedatangannya untuk tinggal, berdiri

di tempat sunyi ini.

 

Saat buah plum jatuh,

ketika gelombang pingsan,

saat gadis emas muda berguling

di atas lembutnya pasir,

atau ketika berturut-turut

burung besar membimbingku−

dalam penjelajahanku yang sunyi,

tidak berdering atau melolong atau mengguntur,

atau berbisik atau bergumam:

inilah mengapa aku hidup

dalam musik keheningan.

 

Udara masih sunyi,

mobil tergelincir

di atas bola kapas yang tidak terlihat

dan kerumunan politisi

dengan gaya bersarung tangan

terjadi di belahan bumi

di mana tak ada lalat yang berdengung.

 

Wanita paling fitnah

tenggelam di kolam batu

atau berlayar seperti angsa,

seperti awan di langit,

dan kereta musim panas bergulir

penuh buah-buahan dan mulut-mulut

tanpa peluit atau roda

yang berderit, seperti angin topan

yang dirantai supaya tenang.

 

Bulan-bulan seperti tirai,

seperti karpet yang tenang:

di sini musim menari

sampai patung musim dingin yang tidak bergerak

tertidur di aula.

*Dari buku puisi Pablo Neruda berjudul El corazón Amarillo yang dialihbahasakan ke dalam bahasa Inggris menjadi The Yellow Heart oleh William O’daly 1990: Copper Canyon Press.

Tentang Pablo Neruda

Pablo Neruda (12 Juli 1904 - 23 September 1973), dianggap sebagai salah satu penyair berbahasa Spanyol terbesar pada abad ke-20. Tulisan-tulisannya merentang dari puisi-puisi cinta yang erotik, puisi-puisi surealis, epos sejarah, hingga politik. Gabriel García Márquez menyebutnya "penyair terbesar abad ke-20 dalam bahasa apapun". Pada 1971, Neruda dianugerahi Penghargaan Nobel dalam Sastra.

Tentang Penerjemah

Kala Lail. Lahir 1996. Tinggal di Kab. Semarang Jawa Tengah. Mendirikan dan bergiat di Komunitas Lintasastra Salatiga. Menyelesaikan studi di IAIN Salatiga.

Bagikan tulisan ini:

Kirim Naskahmu

Kami menerima naskah cerpen, puisi, cerita anak, opini, artikel, resensi buku, dan esai

TERPOPULER

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Contact Info

Copyright © 2022. All rights reserved.

error: Content is protected !!