Lokasi
Salatiga, Jawa Tengah
Hub Kami
+62 851 5645 7536
Salatiga, Jawa Tengah
+62 851 5645 7536
Art: honestlywtf.com
Hari ini, aku mendedikasikan ini untukmu: kau begitu panjang
seperti tubuh Chili, halus
seperti bunga adas manis,
dan di setiap cabang kau bersaksi
kepada musim semi kita yang tak terhapuskan:
Hari apa hari ini? Harimu.
Dan besok adalah kemarin, belum berlalu,
hari tidak pernah lepas dari tangan-tanganmu:
kau menjaga matahari, bumi, violet-violet
dalam bayangan rampingmu saat kau tidur.
Dan dengan cara ini, setiap pagi
kau memberiku hidup.
Aku akan memberi tahumu, bahwa aku tinggal di kota
di jalan tertentu yang disebut Capitán,
jalan itu penuh sesak dengan orang-orang,
toko sepatu, toko minuman keras,
supermarket penuh dengan batu-batu rubi.
Kau tidak bisa datang atau pergi,
di mana-mana ada orang
makan atau meludah atau bernapas,
membeli dan menjual pakaian.
Semuanya tampak berkilauan,
semuanya bersinar
dan semuanya bergema,
cukup untuk membuat buta atau tuli.
Sudah lama berlalu sejak jalan ini,
sudah lama sekali aku tidak mendengar apa-apa,
Aku mengubah hidupku, aku hidup di antara batu-batu
dan pergerakan air.
Mungkin jalan itu telah mati
kematian alami.
Dari perjalanan-perjalananku, aku kembali ke tempat yang sama,
mengapa?
Mengapa aku tidak pernah kembali ke tempat aku biasa tinggal,
Jalan-jalan, negara-negara, benua-benua, pulau-pulau,
di mana aku punya sesuatu dan pernah berada?
Mengapa Perbatasan
yang memilihku, apa yang dimiliki tempat ini
kecuali cambuk udara vertikal
di atas wajahku, dan beberapa bunga hitam
yang digigit dan dirobek oleh musim dingin yang panjang menjadi berkeping-keping?
Oh, apa yang mereka coba katakan kepadaku: kita punya di sini orang yang malas, pria rematik,
dari sini ia tidak pernah pergi ke mana-mana,
ia tinggal di tempat yang kasar ini:
ia menjadi tidak bergerak
sampai matanya mengeras
dan ivy tumbuh dalam tatapannya.
Seseorang kembali pada dirinya sendiri seolah-olah ke rumah tua
dengan paku dan slot, sehingga
seseorang lelah dengan dirinya sendiri
seperti setelan penuh lubang,
mencoba berjalan telanjang di tengah hujan,
ingin menenggelamkan dirinya dalam air suci,
dalam angin yang tak dapat dikuasai, dan ia tak bisa
kecuali kembali ke sumurnya sendiri,
untuk sedikit khawatir
tentang apakah ia ada, apakah ia tahu bagaimana mengungkapkan pikirannya
atau untuk menebus atau berhutang atau untuk menemukan,
seakan-akan aku begitu berarti
yang harus menerima atau tidak menerima diriku,
bumi dengan nama daunnya,
di teater dinding-dinding hitamnya.
Dahulu kala, dalam sebuah perjalanan
aku menemukan sungai:
hanya ada anak kecil, anjing, burung,
di sungai yang baru lahir itu.
Mereka berdeguk dan mengerang
di antara batu-batu
dari sierra bernoda besi:
mereka memohon untuk hidup
di antara kesunyian langit dan salju,
di kejauhan, ketinggian.
aku sama lelahnya
seperti kuda tua
di sebelah makhluk liar
yang mulai berlari,
melompat dan tumbuh,
bernyanyi dengan suara yang jernih,
mengenal bumi,
batu-batu, waktu yang berlalu,
melakukan perjalanan siang dan malam,
menjadi guntur,
hingga pusing,
hingga memasuki ketenangan,
hingga tumbuh luas dan membawa air,
hingga menjadi patriarkal dan berlayar,
sungai kecil ini,
kecil dan kaku seperti ikan metalik
menumpahkan timbangan saat lewat,
meneteskan perak yang diserang,
sebuah sungai
menangis supaya dilahirkan,
tumbuh di depan mataku.
Di sana, di pegunungan negaraku
pada suatu waktu dan dulu sekali
aku melihat, menyentuh, dan mendengarnya
apa yang sedang dilahirkan:
detak jantung, suara di antara batu-batu
adalah apa yang sedang dilahirkan.
Pedro adalah Kapan dan Bagaimana,
Clara mungkin berkata Tentu saja,
Roberto berarti Namun:
mereka semua berjalan dengan bantuan kata depan,
kata keterangan, kata benda
yang menumpuk di toko-toko,
di perusahaan-perusahaan, di jalan,
dan berat setiap laki-laki membebaniku,
pada kata penghubungnya
seperti topi tua:
Ke mana mereka pergi? Aku bertanya pada diriku sendiri.
Ke mana kita akan pergi
dengan barang dagangan
yang telah dipilih dengan sangat hati-hati,
dibungkus dalam kata-kata kecil,
berpakaian jaring kata-kata?
Di atas kita kebenaran jatuh
seperti hujan, jawaban yang ditunggu-tunggu:
jalanan datang dan pergi
penuh dengan rincian:
sekarang kita bisa menggantung, seperti permadani
di ruang tamu, dari balkon, ke dinding,
pidato yang jatuh
ke trotoar
tanpa ada yang tersisa dengan sesuatu,
emas atau gula, hidup yang jujur,
kebahagiaan,
semua yang tak terucap,
tak tersentuh,
seperti tak ada yang pasti ada,
batu, kayu keras,
alas atau ketinggian benda,
dari hal bahagia,
tak ada, yang ada hanyalah makhluk tanpa tujuan,
kata-kata tanpa tujuan,
diucapkan hanya di antara kau dan aku,
yang tidak pernah meninggalkan kantor:
kita terlalu sibuk:
mereka menelepon kita
dengan suara mendesak
untuk memberi tahu kita bahwa dilarang
menjadi bahagia.
Hewan kecil,
babi, burung, atau anjing,
tak berdaya,
berbulu bulu unggas atau bulu mamalia,
Aku mendengarnya sepanjang malam,
demam, melolong.
Itu adalah malam yang panjang
dan di Isla Negra, lautnya,
semua gunturnya, perangkat kerasnya yang mengambang,
garamnya yang berton-ton, gelasnya yang pecah
melawan batu yang tak bergerak,
laut bergetar.
Keheningannya terbuka jelas dan sengit
setelah setiap ledakan petir atau hujan lebat.
Tidurku dijahit
oleh putaran malam yang terganggu
dan kemudian makhluk kecil berbulu itu,
beruang kecil atau anak sakit,
menderita asfiksia atau demam,
api unggun kecil kesedihan, sebuah tangisan
melawan malam yang amat luas dari samudera,
melawan menara hitam keheningan,
hewan yang terluka,
begitu kecil,
hampir tidak berbisik
di bawah kesunyian malam,
sendiri.
Tidak banyak yang bisa diceritakan,
besok
saat aku turun
untuk Selamat pagi dan Apa kabar
yang sangat aku butuhkan
adalah roti
dari cerita-cerita,
dari lagu-lagu.
Sebelum fajar, dan setelah tirai
terbuka untuk matahari terbit dari dingin,
kekuatan teratur dari hari yang bergejolak.
Aku hanya bisa mengatakan: aku di sini,
tidak, itu tidak terjadi dan inilah yang terjadi:
sementara ganggang laut terus-menerus
naik dan turun, disesuaikan
pada gelombang,
dan segala sesuatu memiliki alasannya:
di setiap alasan sebuah gerakan
seperti burung laut yang terbang
dari batu atau air atau rumput laut yang mengapung.
Dengan tanganku aku harus
memberi isyarat: seseorang tolong datang.
Inilah yang aku miliki dan hutangku,
tolong dengarkan hitungannya, ceritanya, dan suaranya.
Dengan hal-hal ini, aku menarik setiap hari esok dalam hidupku
satu mimpi ke mimpi yang lain.
Hujan turun
di atas pasir, di atas atap
tema
dari hujan:
hujan yang lama turun perlahan
di atas halaman-halaman
cintaku yang abadi,
rasa asin harian ini:
hujan, kembali ke sarang lamamu,
kembali dengan jarummu ke masa lalu:
hari ini aku merindukan ruang paling putih,
putihnya musim dingin untuk cabang
rumpun mawar hijau dan mawar emas:
sesuatu dari musim semi yang tak terbatas
yang sedang ditunggu hari ini, di bawah langit yang tak berawan
dan putih sedang menunggu,
saat hujan kembali
untuk ketukan sedih
pada jendela,
lalu menari dengan amarah yang tak terukur
di atas hatiku dan di atas atap,
merebut kembali
tempatnya,
memintaku sebuah cangkir
untuk mengisi sekali lagi dengan jarum,
dengan waktu yang transparan,
dengan air mata.
Dalam Juni yang penuh
seorang wanita memasuki hidupku,
bukan, melainkan sebuah jeruk.
Adegan itu kabur:
mereka mengetuk pintu:
sebuah embusan angin,
kilatan cahaya,
kura-kura ultraviolet,
aku fokus
dengan kelambatan teleskop,
seolah-olah sangat jauh atau pernah dihuni
jubah bintang ini,
dan karena kesalahan astronomi
telah memasuki rumahku.
Lonceng yang rusak ini
masih ingin bernyanyi:
logamnya sekarang hijau,
warna hutan-hutan, lonceng ini,
warna air di kolam batu di hutan,
warna hari pada daun.
Perunggu retak dan hijau,
lonceng dengan mulut terbuka ke tanah
dan tidur
terjerat dalam balutan rumput liar,
dan warna emas keras dari perunggu
mengubah warna katak:
itu adalah tangan air,
kelembaban pantai,
terurai dari hijau ke logam
dan kelembutan pada lonceng.
Lonceng yang rusak ini
sengsara di semak-semak kasar
di taman liarku,
lonceng hijau, terluka,
bekas lukanya terbenam di rumput:
tidak memanggil siapa pun lagi, tidak ada yang berkumpul
di sekitar gelas piala hijau
kecuali satu kupu-kupu yang berkibar
di atas logam yang jatuh dan terbang, melarikan diri
dengan sayap kuning.
Aku ingin tahu apabila kau ikut denganku
dengan tidak berjalan dan tidak berbicara, aku ingin
tahu apakah kita akhirnya akan mencapai
tahap tanpa komunikasi: akhirnya
pergi dengan seseorang untuk melihat udara bersih,
sinar cahaya di atas laut sehari-hari
atau objek-objek di daratan
dan akhirnya tak punya apa-apa
untuk berdagang, tanpa barang-barang untuk hiasan
seperti yang dimiliki penjajah,
bertukar kupon untuk keheningan.
Di sini aku membeli keheningamu.
Aku setuju: Aku memberimu milikku
dengan satu ketentuan: bahwa kita tidak saling memahami.
*Dari buku puisi Pablo Neruda berjudul El mar y las campanas yang dialihbahasakan ke dalam bahasa Inggris menjadi The Sea and the Bells oleh William O’daly 1988, 2002: Copper Canyon Press.
Pablo Neruda (12 Juli 1904 - 23 September 1973), dianggap sebagai salah satu penyair berbahasa Spanyol terbesar pada abad ke-20. Tulisan-tulisannya merentang dari puisi-puisi cinta yang erotik, puisi-puisi surealis, epos sejarah, hingga politik. Gabriel García Márquez menyebutnya "penyair terbesar abad ke-20 dalam bahasa apa pun". Pada 1971, Neruda dianugerahi Penghargaan Nobel dalam Sastra.
Kala Lail. Lahir 1996. Tinggal di Kab. Semarang Jawa Tengah. Mendirikan dan bergiat di Komunitas Lintasastra Salatiga. Menyelesaikan studi di IAIN Salatiga.
Bagikan tulisan ini:
Hari ini, aku mendedikasikan ini untukmu: kau begitu panjang
seperti tubuh Chili, halus
seperti bunga adas manis,
dan di setiap cabang kau bersaksi
kepada musim semi kita yang tak terhapuskan:
Hari apa hari ini? Harimu.
Dan besok adalah kemarin, belum berlalu,
hari tidak pernah lepas dari tangan-tanganmu:
kau menjaga matahari, bumi, violet-violet
dalam bayangan rampingmu saat kau tidur.
Dan dengan cara ini, setiap pagi
kau memberiku hidup.
Hari ini, aku mendedikasikan ini untukmu: kau begitu panjang
seperti tubuh Chili, halus
seperti bunga adas manis,
dan di setiap cabang kau bersaksi
kepada musim semi kita yang tak terhapuskan:
Hari apa hari ini? Harimu.
Dan besok adalah kemarin, belum berlalu,
hari tidak pernah lepas dari tangan-tanganmu:
kau menjaga matahari, bumi, violet-violet
dalam bayangan rampingmu saat kau tidur.
Dan dengan cara ini, setiap pagi
kau memberiku hidup.
Hari ini, aku mendedikasikan ini untukmu: kau begitu panjang
seperti tubuh Chili, halus
seperti bunga adas manis,
dan di setiap cabang kau bersaksi
kepada musim semi kita yang tak terhapuskan:
Hari apa hari ini? Harimu.
Dan besok adalah kemarin, belum berlalu,
hari tidak pernah lepas dari tangan-tanganmu:
kau menjaga matahari, bumi, violet-violet
dalam bayangan rampingmu saat kau tidur.
Dan dengan cara ini, setiap pagi
kau memberiku hidup.
Hari ini, aku mendedikasikan ini untukmu: kau begitu panjang
seperti tubuh Chili, halus
seperti bunga adas manis,
dan di setiap cabang kau bersaksi
kepada musim semi kita yang tak terhapuskan:
Hari apa hari ini? Harimu.
Dan besok adalah kemarin, belum berlalu,
hari tidak pernah lepas dari tangan-tanganmu:
kau menjaga matahari, bumi, violet-violet
dalam bayangan rampingmu saat kau tidur.
Dan dengan cara ini, setiap pagi
kau memberiku hidup.
Kami menerima naskah cerpen, puisi, cerita anak, opini, artikel, resensi buku, dan esai
Copyright © 2022. All rights reserved.