Lokasi
Salatiga, Jawa Tengah
Hub Kami
+62 851 5645 7536
Salatiga, Jawa Tengah
+62 851 5645 7536
Art: Gustav Klimt
Untuk hari-hari dalam setahun yang akan datang
akan kutemukan jam yang berbeda:
satu jam riam rambut,
satu jam yang tak akan pernah berlalu:
seolah-olah waktu telah hancur di sana
dan sedang membuka jendela: sebuah lubang
untuk meluncurkan kita menuju kedalaman.
Nah, hari itu, hari yang berisi jam yang
akan tiba dan meninggalkan segalanya yang telah berubah:
kita tidak akan tahu apakah kemarin telah berlalu
atau apa yang kembali adalah apa yang tidak pernah terjadi.
Ketika satu jam jatuh ke tanah dari jam itu
dan tidak ada yang mengambilnya,
dan akhirnya kita mengikat waktu,
O! kita akhirnya akan tahu di mana takdir kita
dimulai dan berakhir
karena pada bagian yang mati atau padam
kita akan melihat apa yang menyusun jam-jam
sejelas kita melihat kaki serangga.
Dan kita akan memiliki kekuatan setan:
untuk memutar kembali atau mempercepat jam:
untuk tiba tepat pada saat lahir atau mati
seperti mesin yang dicuri dari yang tak terbatas.
Begitu kacaunya temanku
sehingga ia tak tahan dengan senja.
Ia merasakan kedekatan bayangan
seperti luka fisik,
pertanyaan penting pada hari itu.
Temanku yang malang meski pewaris
harta duniawi,
ia mampu mengubah musim,
mencari negari salju
atau pohon palem Sumatera:
tapi, bagaimana menghindari
senja yang tak terhindarkan?
Ia mencoba pil tidur berwarna hijau
dan minuman keras,
ia berenang di busa bir,
ia memanggil dokter, membaca
buku farmakope dan almanak:
pada saat itu ia memilih cinta,
tapi semuanya terbukti sia-sia:
jantungnya hampir berhenti
atau berdetak terlalu cepat
ketika melawan
kedatangan senja yang mematikan
setiap hari.
Di belakangnya, temanku yang mati rasa
menyeret kehidupan yang memalukan.
Bersama C.B. kami pergi bersamanya
ke sebuah restoran di Paris
pada jam pertemuan itu
untuk melihat datangnya malam.
Teman kami yakin ia akan menemukan
hieroglif yang meresahkan
dalam hidangan yang mereka tawarkan kepadanya.
Dan segera setelah itu, dengan marah,
ia melemparkan ayam hieroglif
ke kepala restoran
maitre d’hotel yang ramah.
Saat senja menutup
seperti kipas surgawi
di atas menara Paris,
saus mengalir ke mata
pelayan yang bingung.
Malam tiba dan hari lain
dan tentang teman kita yang tersiksa,
apa yang harus dilakukan? Penghilangan gelap turun
seperti senja yang kelam.
C.B. mengingat cerita ini
dalam surat yang aku simpan.
Seorang pria menjadi tawanan
dari udara terbuka pada pertengahan
pagi seperti bola kaca.
Apa yang bisa ia pahami atau ketahui?
jika ia tertangkap seperti ikan
di antara ruang dan keheningan,
jika semak-semak tak bersalah
menyembunyikan lalat jahat darinya?
Ini adalah tugasku sebagai seorang imam,
sebagai ahli geografi yang menyesal,
sebagai seorang naturalis yang tertipu,
untuk membuka mata musafir:
Aku berhenti di tengah jalan
dan menghentikan sepedanya:
Apakah kau lupa, aku bertanya padanya, penjahat,
orang bodoh yang penuh dengan oksigen,
daerah kumuh kemalangan
dan sudut-sudut yang dipermalukan?
Kau mengabaikannya, di sana dengan belati,
di sini dengan gada dan batu yang dilempar,
lebih jauh di sana dengan pistol hitam
dan di Chicago dengan garpu
hama dibunuh,
merpati terkoyak
dan semangka dipotong lehernya?
Malu dengan oksigen,
Aku memberi tahu musafir yang terkejut,
tak ada yang berhak menyerahkan nyawanya
untuk satu kejelasan yang tunggal.
Kita harus memasuki rumah yang gelap,
lorong kematian,
untuk menyentuh darah dan teror,
untuk berbagi kejahatan yang mengerikan.
Pengembara itu memakuku
dengan kedua matanya yang bingung
dan ia pergi menjauh di bawah sinar matahari
tanpa menanggapi atau memahami.
Dan ia meninggalkanku—aku yang malang—
berbicara pada diriku sendiri di jalan.
Seseorang tidak menghitung ilusi
atau realisasi pahit,
tak ada ukuran untuk menghitung
apa yang tidak bisa terjadi pada kita,
apa yang berputar-putar seperti lebah,
tanpa kita sadari
apa yang hilang dari kita.
Kehilangan sampai kita kehilangan hidup kita
adalah menjalani hidup dan mati kita,
dan tak ada yang melewatinya
yang tidak memberikan bukti yang konstan
dari kekosongan yang terus menerus dari semua,
keheningan di mana semuanya jatuh
dan akhirnya kita jatuh.
O! apa yang begitu dekat
tanpa kita sadari.
O! apa yang tidak mungkin
apabila mungkin itu bisa terjadi.
Begitu banyak sayap terbang di sekitar
gunung kesedihan
dan begitu banyak roda yang mengguncang
jalan raya takdir kita,
sehingga tak ada yang tersisa untuk disesali.
Dan tangisan kami pun berakhir.
Sangat sedikit yang terjadi padaku
yang harus kuhitung dan kuceritakan.
Tak ada yang memberiku asphodel
dan tak ada yang membuatku menghela napas.
Karena aku tiba di persimpangan jalan
dari tujuan yang rumit,
saat detak jam memudar
dan langit berjatuhan melintasi langit
sampai hari kematian
mengajak bulan jalan-jalan.
Berapa lama keindahan ekuinoks
menguraikan dirinya sendiri,
berubah dari hijau menjadi bulat,
dari gelombang laut hingga air terjun,
dari matahari yang agung hingga bulan putih,
dari tempat terpencil hingga ibu kota,
tanpa mengubah persamaan
dari dunia di mana tak ada yang terjadi.
Tak ada yang terjadi kecuali satu hari
sebagai siswa teladan
duduk dengan penghargaannya
di penghujung hari kemenangan lainnya,
sampai paduan suara mingguan
berubah menjadi cincin
yang bahkan tidak diubah oleh malam
karena ia datang sebagai permata,
luar biasa seperti biasanya.
Mari kita lihat apakah mereka bisa menjaring ikan gila
yang memanjat seperti platipus
di sepanjang dinding rumahku
dan menghancurkan harmoni baru
yang menghantui dan menyiksaku.
*Dari buku puisi Pablo Neruda berjudul El corazón Amarillo yang dialihbahasakan ke dalam bahasa Inggris menjadi The Yellow Heart oleh William O’daly 1990: Copper Canyon Press.
Pablo Neruda (12 Juli 1904 - 23 September 1973), dianggap sebagai salah satu penyair berbahasa Spanyol terbesar pada abad ke-20. Tulisan-tulisannya merentang dari puisi-puisi cinta yang erotik, puisi-puisi surealis, epos sejarah, hingga politik. Gabriel García Márquez menyebutnya "penyair terbesar abad ke-20 dalam bahasa apapun". Pada 1971, Neruda dianugerahi Penghargaan Nobel dalam Sastra.
Kala Lail. Lahir 1996. Tinggal di Kab. Semarang Jawa Tengah. Mendirikan dan bergiat di Komunitas Lintasastra Salatiga. Menyelesaikan studi di IAIN Salatiga.
Bagikan tulisan ini:
Kami menerima naskah cerpen, puisi, cerita anak, opini, artikel, resensi buku, dan esai
Copyright © 2022. All rights reserved.